ketika senyum menjadi air mata
Tentang Mimpi
Tentang Mimpi
Semilir angin malam berhembus, menyapa setiap apa yang menghadangnya. Di atas, langit tampak indah dihiasi miliaran bintang dan satu rembulan yang bersinar penuh. Nun jauh di bawah, kerlip pelita aneka warna berbagai bangunan tinggi menambah pesona malam kota hujan. Tak jauh dari tempat perempuan itu menyendiri, berdiri gagah sebuah rumah Allah yang sangat indah, Masjid Istiqlal.
Dalam pandangan sang gadis, Bogor adalah kota yang indah, penuh kedamaian dan sejuta kenangan. Dalam pandangannya, Bogor adalah negeri impian, tempat dirinya ingin diakui sebagai sosok istimewa dalam sebongkah kenangannya. Baginya Bogor adalah segalanya. Tempat berpijak hingga usianya ditentukan, apakah akan dibenamkan di bumi Bogor ataukah di belahan bumi lainnya.
***
Perempuan muda itu masih menyendiri disalah satu tempat yang pernah menjadi saksi bisu masa lalunya. Ia sedang duduk menyendiri di sebuah restaurant KFC di kota Bogor.
Kini, perempuan muda itu merenungi semua yang dialaminya di masa lalu. Segala kenangan yang sangat membekas erat dalam hatinya seakan menjadi bagian dari dirinya. Ingin rasanya ia kembali dan diakui oleh kenangan manis masa lalunya. Membuncah dalam benaknya apa cara yang bisa dilakukan untuk kembali dalam rangkulan kenangan manis masa lalunya. Sayang, satu pun cara tak di temuinya. Semua gagasan yang pernah ia lakukan gagal begitu saja. Ia merasa sosok masa lalunya tak mau lagi merangkul hangat jiwa yang sepi tanpa dirinya.
Kini yang bisa ia lakukan hanya meratapi bongkahan demi bongkahan yang dihancurkan oleh kenangan manisnya. Baginya bongkahan hati itu adalah bukti cinta kasih atas balasan yang diberikan oleh sosok masa lalunya. Luka.
Puisi Luka
Malamku tak lagi seindah dulu,
Bintangpun enggan temani kegelapanku,
Sunyi kurasa dalam hidupku,
Tak ada lagi kisah indah dulu.
Seperti menari dengan hantu-hantu telanjang,
Tanpa rindu,
Tanpa cinta,
Tanpa kamu,
Hampa !
Kini terbawa aku dalam sedihku
Kini kau pun tak lagi disini temaniku
Hanya luka yang kau titipkan
Dan sisa kenangan terindah yang kau selipkan
Malam, aku ingin bercumbu denganmu,
Karena siang telah menikamku
Tapi mengapa kau pun tak mampu
Mencintaiku seperti dulu.
Bintang, aku ingin bercumbu padamu
Seperti dulu setiap aku merindukannya
Tapi mengapa kau pun hilang
Seperti tak ingin mendengar jeritan hatiku.
Bintang, malam ini kau pun pergi
Seiring kepergiannya
Tak mungkin kembali kesini
Hanya demi luka hati ini.
Kini dalam kesadaran dan keputusasaan aku berkata
“mungkin benar, luka adalah cintaku yang paling setia”.
***
Secarik kertas berwarna biru muda, bertuliskan puisi, tergeletak membisu di meja belajar Rere. Di dekat puisi itu terselip satu foto close up lelaki tampan berpakaian biru langit, berkulit putih dengan mata sipit dan alis hitam tebal menambah keindahan dari paras lelaki muda itu. Foto itu terbingkai figura berlapis pasir hitam mengkilat dengan hiasan pernak pernik aneka warna dan cangkang kerang.
Namanya Sakka Angga Pratama. Pria Wonogiri. Seorang pria yang tersimpan dalam hati Rere sejak satu tahun lalu. Sosok yang selalu menjadi panutan dan contoh dalam hidup Rere. Keindahan dan kemesraan dalam kenangan manis di masa lalu Rere.
Sejak perkenalan pertamanya dengan Angga Satu tahun lalu, Rere sudah jatuh kepada Angga. Ketampanan dan ketulusan sang pujaan hati terekam begitu erat di benak Rere. Meninggalkan sebaris nama yang tak akan pernah hilang oleh masa.
***
Detik jarum jam berdetak semakin menyeramkan. Waktu sudah jatuh di angka setengah satu dini hari. Tak terdengar suara satu orang pun malam itu. Hanya ada detik jarum jam dan derik binatang malam.
Jendela kamar dibuka. Pemandangan malam kota hujan terlihat jelas tanpa penghalang. Udaranya menyusup masuk ke kamar, dan membelai wajah Rere dengan sejuknya. Lamunannya terjatuh pada sosok Angga. Pemilik hati juga kenangan manisnya satu tahun silam. Sosok hangat yang mengagumkan, pemilik cinta sekaligus pemilik luka yang tumbuh dan merekat erat di benak Rere. Sosok merindukan yang tak pernah Rere jumpai selama lebih dari satu tahun. Kini Rere hanya bisa mengenang dan mengingat bagian-bagian dari Angga yang dulu pernah menjadi kekasihnya selama seratus tiga belas hari, sebelum akhirnya pergi dan melupakan Rere. Sejak awal pertengkaran yang memaksa hubungan mereka kandas di tengah jalan, Rere tak pernah bisa beranjak sedikitpun dari kenangan manis tentang Angga. Walau berkali-kali di sakiti, walau Rere mengerti akan sosok Angga yang sekarang, tapi bagi Rere, Angga tetaplah Angga yang dia kenal tujuh belas bulan yang lalu.
“Angga, sosok lembut, pemaaf, penyayang, perhatian, baik, pengasih, dan pembela kebenaran, tak akan pernah berubah dan beranjak dari memoryku untuk waktu yang lama sekalipun, walau berjuta cerita memaksanya pergi dari hatiku, tetap kan ku jaga, tak kan ku biarkan siapapun menyentuh dan menggeser namanya dari hatiku”.
Itulah catatan singkat bertinta biru di balik lembaran foto Angga.
Rere terus memandangi kertas bergambar wajah Angga itu. Tersimpan kerinduan di matanya. Kerinduan akan satu kenangan yang tak pernah mungkin Rere lupakan tiba-tiba saja melayang di pikirannya. Kenangan bersama Angga, ketika wisata ke Curug Cilember, Bogor, Jawa Barat, satu tahun silam.
***
Sejuknya udara Bogor membias halus wajahku. Dua roda sepedah motor melaju cepat melawati jalan berliku, menanjak, dan menurun. Pegunungan kiri kanan menambah keindahan perjalanan itu.
Setibanya di Curug Cilember, Angga langsung menggenggam tangan Rere. Di pinggir-pinggir jalan menuju air terjun, terdapat taman kecil dan sebuah saung. Rere dan Angga berhenti sebentar di saung itu. Disitulah pertama kali mereka foto berdua.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, jalan yang bertingakat dan menyeramkan membuat Angga tak pernah melepaskan genggamannya dari tangan Rere.
Usai ganti baju di toilet, Rere dan Angga melanjutkan lagi perjalanannya menuju curug lima.
Semakin tinggi, semakin sepi, semakin menyeramkan. Sepanjang jalan curug memang harus melewati bebatuan, bebatuan yang berair membuat jalan jadi sangat terjal dan licin, tangan Rere tak pernah lepas dari genggaman Angga . Bahkan genggaman menjadi semakin erat jika Rere merasa ketakutan melewati bebatuan besar yang berlumut. Juga saat Rere takut untuk turun ke genangan air curug yang terlihat dalam, namun Angga meyakinkan dan selalu menjaga Rere agar tidak terjadi apa-apa dengan Rere. Disini kedua kalinya Rere dan Angga foto berdua.
***
Curug memang terkenal dengan kesejukkan dan keindahannya. Butiran air curug yang sangat dingin membasahi tubuh kedua anak Adam itu. Udara curug yang dingin membuat Rere menggigil berlama-lama di bawah air terjun. Ditambah dengan rintik gerimis yang membasahi bumi kota hujan. Tapi kemesraan Rere dan Angga hari itu tak membuat Rere menyerah dengan dinginnya air terjun di curug lima, curug cilember. Pelukan Angga membuat Rere nyaman dan hangat siang itu. Disaksikan oleh curug yang membisu dan sinar pelangi yang terlihat jelas dari dasar curug, sangatlah indah, menambah keromantisan Rere dan Angga hari itu.
***
Di bibir jendela, Rere tersenyum sendiri demi mengenang peristiwa setahun silam. Sepertinya, baru kemarin ia mengalami keindahan itu bersama Angga. Kini ia harus kehilangannya, ia harus merelakan kepergian Angga, yang masih menyisakan cinta, kenangan, dan luka di hati Rere. Angga memang sudah meninggalkan Rere untuk wanita lain, sungguh hancurnya hati Rere jika mengingat hal itu. Kenangan manis dan luka yang mendalam memaksa Rere untuk menangis dikala mengingatnya.
Jarum jam sudah jatuh di angka dua lebih seperempat. Rere masih saja betah bermain dengan masa lalu yang indah sekaligus menyakitkan. Rere sadar bahwa kenangan manis itu tak kan pernah terulang lagi bersama Angga. Namun tak mudah bagi Rere untuk bangun dan beranjak dari kenangan masa lalunya. Hingga Rere membiarkan dirinya hidup di tengah-tengah kenangan masa lalunya yang indah dihiasi luka. Baginya luka adalah temannya yang paling setia, setia menemani dan menjaga kenangan manisnya hingga tak tergeser oleh kenangan manis lain dalam hatinya.
***
Buku Biru Cantik Bernama Kamu.
Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Begitulah kalimat yang tepat untuk Rere. Di hari yang cerah ini Rere lebih memilih mengurung diri di kamar, jiwanya merasa kering dan mati, kehampaan yang selalu dirasa, kerinduan akan sosok Angga yang tak pernah bisa dilupa. Semakin hari nama itu semakin jelas di hati Rere. Rere yang memang seorang pendiam, tak pernah membagi kesedihannya dengan orang lain. Ia hanya menggoreskan luka-luka itu dalam bait-bait catatan, di sebuah buku diary berwarna biru cantik yang di beri nama SAKKA, yang tak lain adalah Angga.
Rere adalah salah satu perempuan yang tidak menyukai warna biru. Tapi semenjak ia mengenal Angga, warna biru menjadi sangat cantik di matanya, sangat istimewa. Sejak itu apapun barang yang Rere beli pasti berwarna biru. Mulai dari gelang, boneka, baju, sweater, sampai ikat rambut berwarna biru. Baginya warna biru adalah bagian dari Angga.
***
Tetang Angga,,
Angga adalah pria tampan dan sangat mengagumkan, lahir di wonogiri, 16 oktober 1989. Angga adalah sosok yang dicintai banyak wanita, selain baik pada semua orang, dia adalah pria perhatian, lembut, sangat menyayangi perempuan, bersahabat, dan jiwa petualang, cerdas, juga pemberani. Sosok Angga tidak pernah terelepas dari pujian-pujian para hawa. Karna selain semua itu, Angga adalah pria tampan, berkulit putih, bertubuh tinggi, hidung mancung, bermata sipit, beralis tebal, berbau badan segar rasa detol, dan dia adalah sosok bersih, sangat tidak menyukai sesuatu yang kotor. Dia juga seorang pekerja keras, dan penolong untuk orang lain. Aku suka, dan sangat suka.
Itu adalah isi lembar pertama yang Rere tuliskan dalam buku catatannya. Setelah lembar pertama, ada lembar kedua, ketiga, hingga ke dua puluh lima, dan semua lembaran-lembaran itu tidak pernah lepas dari nama dan tentang Angga. Semua kenangan yang dia lalui dengan Angga di abadikan lewat kata-kata di catatannya. Semua cinta hingga luka pun ia luapkan dalam buku catatannya. Dan kini buku catatan itu telah menjadi sahabat sejatinya, yang mampu membuat Rere tersenyum dalam tangisnya setiap kali membacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar