assalamualaikum

Jumat, 12 Oktober 2012

penyesalanku

Penyesalanku
            “Bapaa,, Bapaa,, Bapa kemana sih, paaa...
            Emaa,, Emaa,, maa,, Ema lu kemana sih, pada dableg banget, ngayap mulu, anak di tinggal sendirian. Diiin,, Diiin,, tuh bocah kemana lagi, maen melulu bisanya”. Teriakan nenek memancing emosiku. Aku membanting pintu kamarku, dan berteriak,
“Nenek cerewet banget si, puyeng gua dengernya”. Kata-kata kasar keluar dari mulutku untuk nenek. Nenek sangat menyebalkan, mulutnya cerewet, badannya bau, jorok, nggak pernah mau mandi, buang air besar dan kecil sembarangan, maka dari itu aku sangat membencinya.
***
            “Nenek jorok banget sih, kencing sembarangan”, aku kembali mencaci maki nenek ketika ku lihat air kencingnya berceceran di lantai yang baru saja aku pel.
Setiap hari kata-kata kasar keluar dari mulutku, tak seharipun aku lewati hari tanpa mencaci maki nenek. Bahkan sesekali aku menyumpahinya mati. Aku dan keluargaku sudah sangat membenci nenek, nenek jorok, mulutnya jahat. Fikirku saat itu.
            “Awasan nenek !”, aku membentaknya, dan menempelkan lap pel lantai yang sedang ku gunakan tepat di wajah nenek yang sedang tiduran, tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Walau sedikit merasa bersalah, tetapi emosiku tak terkendali juga. Bahkan aku pernah mengunci pintu rumah agar nenek tak bisa masuk, aku juga pernah mengusir nenek yang sedang tidur di kasur di ruang kamarku. Banyak temanku yang membela nenek karena kasihan, banyak juga yang mencaci maki nenek karena merasa kesal dengan kelakuannya.
            “Nenek tuh jorok banget sih, bau bangke ! ga pernah mau mandi, berak dan kencing sembarangan, rumah udah kaya kandang ayam. Mati aja sono lu, pantesan anak-anak lu nggak ada yang mau nampung lu, nggak ada yang mau ngurusin lu. Nenek mati juga nggak bakal di tangisin, nggak bakal ada yang sedih”. Kata-kata kasarku terlontar kepada nenek. Sungguh keberadaan nenek sangat membuatku banyak dosa. Kebencianku pada dirinya tak terbendung lagi.
***
            “Din, sms’in mas Aris, bilangin suruh kesini, nenek sekarat”. Perintah seorang tetanggaku yang bertemu denganku di jalan. Aku segera berlari ke rumah, betapa sakit hatiku melihat perempuan tua yang ku sebut nenek sudah terbujur kaku dengan di sekelilingi orang-orang yang sedang mengajikannya.
            Maafin Dini nek, Dini mohon jangan sekarang, jangan sekarang nek, Dini nggak mau kehilangan nenek, Dini banyak dosa sama nenek, Dini mohon kasih waktu seminggu lagi nek, Dini mau ngerasain rawat nenek. Dini mau suapin nenek makan, Dini mau baik sama nenek. Dini mohon jangan sekarang. Aku terus menjerit dalam hati, untuk pertama kalinya aku menangisi nenek, aku tak ingin nenek pergi, aku mulai menyesali semua perbuatanku kepada nenek sewaktu dulu.
            Beberapa jam kemudian, nenek kembali sadar, badannya dapat di gerakkan lagi, nenek hidup lagi. Fikirku saat itu. nenek sadar setelah mendapat berita bahwa anaknya dari Jakarta akan datang besok pagi. Hatiku senang sekali, aku merasa tenang, dan akhirnya aku dapat tidur lelap. Dalam tidurku aku bermimpi nenek marah sama aku, dan dia minta makan sama aku.
“Din,, Dini,, bangun, minta maaf sana sama nenek”. Suara ibu membuyarkan mimpiku, tanpa pikir lagi, aku segera berlari menghampiri nenek, aku duduk di samping nenek,
            “Nek maafin Dina yaa, Dini minta maaf, Dini ikhlas, maafin Dini yaa nek”. Aku terus berbisik di telinga kanan nenek, aku meminta maaf padanya, aku harap ia memaafkanku. Setelah meminta maaf ku segera pergi ke rumah kakak, setengah jam kemudian aku pulang, sesampainya di rumah aku melihat nenek sudah tertutup kain, nenek...
Aku tak dapat berkata lagi, tubuhku lemas, seperti adda yang aku sesali. Iya, sangat banyak yang aku sesali. Aku menyesali telah mencaci makinya, telah menyakitinya. Aku menyesal telah menempelkan lap pel ke wajahnya, aaaarrrggghhhttt, nenek telah tiada, aku menyesal sudah sangat jahat dengannya. Seandainya waktu dapat terulang, aku menyesal menyakiti nenek dulu sebelum akhirnya nenek pergi.
***
            Aku terus memandangi foto nenek, tiba-tiba saja air mataku terjatuh, aku merasa sangat merindukannya. Pikiranku jatuh di semua kenangan tentang nenek, nenek yang dulu selalu menemaniku jika aku takut mandi sendirian, nenek pasti menungguku di depan pintu kamar mandi. Aku teringat nenek yang jerit-jeritan minta tolong sama orang ketika aku sedang sakit. Banyak sekali kebaikannya, tapi aku...
Aku selalu jahat dengannya, aku selalu mencaci makinya, aku memperlakukannya seperti binatang. Ya Allah, aku sangat menyesali perbuatanku dulu terhadap nenek. Maafkan aku ya Allah, ampuni aku, maafkan aku nek, aku menyesal.